Kamis, 07 Mei 2020

LITERATUR REVIEW : HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENCEGAHAN ORANG TUA TENTANG DEMAM TYPOID TERHADAP SIKAP ANAK MENGENAI KEBIASAAN JAJAN PADA ANAK


Oleh :
Dede Eviyanti
C1AA19025

  1. TOPIK : Hubungan Antara Pengetahuan Dan Pencegahan Orang Tua Tentang Demam Typoid Terhadap Sikap Anak Mengenai Kebiasaan Jajan Pada Anak
  2. KATA KUNCI : Kata kunci yang di gunakan adalah Pengetahuan, Pencegahan Orang Tua, Demam Typoid, Sikap Anak dan, Kebiasaan Jajan Anak.
  3. SUMBER YANG DIGUNAKAN : Penelaahan Jurnal Dilakukan Melalui Media Elektronik Yaitu Google Scholer. Jurnal Yang Dipilih Berupa Hasil Penelitian Pada Rentang Tahun 2020-2015. Diperoleh Junal Sebanyak 10 Tetapi Hanya 5 Jurnal Yang Sesuai Dengan Kriteria.
  4. ALASAN PEMILIHAN SUMBER : Sumbernya Jelas, Isi Jurnal Relevan Dengan Topik, Merupakan Sumber Primer, Sumber Yang Dipakai Jelas Kredibilitasnya, dan Sesuai Dengan Yang Dibutuhkan Untuk Penulisan Literature Review.
  5. SUMMARY JURNAL
  • Topik : Perbedaan Pengetahuan Dan Pencegahan Primer Demam Tifoid Balita Antara Orang Tua Di Pedesaan Dan Perkotaan. Peneliti : Yushi Rohana.  Tahun : 2016. Metode : observational analitik dengan desain adalah cross sectional. Sampel : Populasi penelitian adalah orang tua dari balita di pedesaan dan perkotaan yang bersekolah di PAUD. Jumlah sampel di pedesaan sebanyak 51 orang tua balita dan jumlah sampel di perkotaan sebanyak 54 orang tua balita. Hasil penelitian : penelitian ini didapatkan ada perbedaan pengetahuan orang tua di pedesaan dan di perkotaan tentang demam tifoid (p = 0,014) dan ada perbedaan tindakan pencegahan primer terhadap demam tifoid antara orang tua di pedesaan dan di perkotaan (p = 0,00001). Kesimpulan :  pada penelitian ini adalah ada perbedaan pengetahuan dan tindakan orang tua di pedesaan dan perkotaan dalam mencegah terjadinya demam tifoid pada balita. Disarankan kepada orang tua balita memperhatikan dan meningkatkan hiegiene dan sanitasi untuk menghindari penyakit demam tifoid dan mengajari anak balitanya untuk selalu menjaga kebersihan.
  • Topik : Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Thypoid Pada Anak Usia Sekolah Di Puskesmas Kombos Kota Manado. Peneliti : Julita Legi, Inggrit Lidia Halik. Tahun : 2019. Metode : cross sectional study. Sampel : kuesioner. Hasil penelitian : berdasarkan sikap orang tua dari 44 responden yang dijadikan penelitian ternyata sikap orang tua baik berjumlah 19 responden (43,2%) dan berdasarkan sikap orang tua kurang baik berjumlah 25 responden (56,8%). Kesimpulan :Sikap orang tua dengan pencegahan penyakit demam thypoid pada anak usia sekolah di Puskesmas Kombos Kota Manado yang paling banyak adalah kurang baik.
  • Topik : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. peneloto : Tessa Sjahriani. tahun : 2015. metoe : case control. sampel : 60 (30 kasus dan 30 kontrol). haasil penelitian : dari 60 responden 12 (20%) responden yang memiliki kebersihan kuku tidak baik dan 48 (80%) responden yang memiliki kebersihan kuku baik, responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan tidak baik dan 21 (35%) responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan, demam tifoid, 33 (55%) responden yang memiliki perilaku jajan kurang baik dan 27 (45%) responden yang memiliki perilaku jajan baik, (41,7%) responden yang memiliki pengetahuan ibu kurang baik dan 35 (58,3%) responden yang memiliki pengetahuan ibu baik.  kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan, perilaku jajan, dan pengetahuan ibu terdapat Hubungan dengan kejadian demam tifoid pada anak di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.
  • Topik : Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. peneliti : Hilda Nuruzzaman1, Fariani Syahrul2. tahun : 2016. metode : observasional analitik dengan case control study. sampel : 80 orang. hasil penelitian : yang kurang baik di rumah OR = 3,67;95% CI (1,29 < OR < 10,64), kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang kurang baik di rumah OR = 4,33;95% CI (1,54 < OR < 12,44), kuku pendek kotor OR = 7,79;95% CI (1,46 < OR < 46,18) sering jajan saat di rumah OR = 3,89;95% CI (1,39 < OR < 11,06), membeli jajan di pedagang kaki lima saat di rumah OR = 3,95;95% CI (1,40 < OR < 11,30), kemasan jajan yang terbuka saat dibeli di rumah OR = 3,5;95% CI (1,26 < OR < 9,83). Kesimpulan :  bahwa kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar yang baik, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang baik, kondisi kuku jari tangan pendek bersih, jarang jajan saat di rumah, membeli jajan di swalayan, membeli jajan dengan keadaan kemasan jajan tertutup saat di rumah mampu menurunkan risiko kejadian demam tifoid pada anak usia 7–12 tahun.
  • Topik : Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagiyanten. peneliti : Ulfa Farissa, Handayani Oktia Woro Kasmini. tahun : 2018. metode : case control. sampel : sebesar 43 kasus dan 43. hasil penelitian :  kontrol faktor yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid meliputi kebiasaan makan di luar rumah (p-value=0,001), kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p-value=0,02), kebiasaan mencuci tangan setelah BAB (p-value=0,04), kebiasaan mencuci bahan makanan mentah (p-value=0,007), dan jamban sehat (p-value=0,04). kesimpulan : Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kebiasaan makan di luar rumah, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, kebiasaan mencuci bahan makanan mentah, dan jamban sehat dengan kejadian demam tifoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal.6. LITERATUR REVIEW
    6. LITERATUR REVIEW
  • Definisi Demam Typoid : Menurut pengertian dari (Tessa Sjahriani,2015) Salah satu masalah infeksi yang sering dialami oleh masyarakat terutama di negara berkembang dengan standar hidup dan kebersihan masyarakat rendah adalah demam typoid yang cenderung meningkat dan terjadi secara endemis terutama dialami oleh anak. Penyakit infeksi tifus abdominalis atau demam typoid ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman Salmonella typhi (WHO, 2008). Demam typoid ditandai dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Soedarmo, 2002).  Demam typoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2010).  Demam typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. penularan demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2011)
  • Faktor Terjadinya Demam Typoid : Tingginya kasus demam typoid tidak terlepas dari faktor risiko yang merupakan predisposisi terjadinya demam typoid. Beberapa faktor resiko terjadinya demam typoid diantaranya adalah berhubungan erat dengan kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan, perilaku jajan anak, dan pengetahuan ibu. Hasil penelitian (Wipayani), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan demam typoid pada anak adalah : 1.Usia Pada usia 5–14 tahun merupakan usia anak yang kurang memperhatikan kebersihan diri dan kebiasaan jajan yang sembarangan sehingga dapat menyebabkan tertular penyakit demam tifoid. pada anak usia 0–1 tahun prevalensinya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya dikarenakan kelompok usia ini cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal dari rumah yang memiliki tingkat kebersihannya yang cukup baik dibandingkan dengan yang dijual di warung pinggir jalan yang memiliki kualitas yang kurang baik (Nurvina, 2013). Menurut penelitian dari (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018) Bahwa sebagian besar responden kasus mempunyai umur berisiko (=30 tahun) sebanyak 37 orang atau 86% dan responden kasus yang mempunyai umur tidak berisiko (>30 tahun) sebanyak 6 orang atau 14%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bukhari (2016) yang juga menunjukkan bahwa distribusi kasus demam typoid menurut umur dengan risiko tinggi di daerah Taxila, Pakistan yaitu terletak pada rentang kelompok usia 10-15 tahun dan 25-35 tahun. 2.Jenis Kelamin  Menurut penelitian (Lidya, 2010 dalam Wijaya, 2015) Diperoleh hasil bahwa hasil antara jenis kelamin dengan kejadian demam typoid menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=1,00). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2015) di Puskesmas Bugangan Kota Semarang yang menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demam typoid (p=0,037). 3.Status Sosial Ekonomi : Menurut penelitian Rejeki (2015), status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi sarana dan prasarana yang digunakan untuk mempertahankan kebersihan diri yang sangat mempengaruhi status kesehatannya. Umumnya masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah tidak mengutamakan perawatan dan kebersihan dirinya sendiri sehingga dapat menurunkan status kesehatannya. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden kasus berada pada tingkat sosial ekonomi yang tinggi (79,1%) sedangkan responden dengan tingkat ekonomi yang rendah lebih sedikit yaitu sebesar 20,9%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dari kebanyakan kasus yang menunjukkan bahwa demam typoid lebih banyak terjadi pada kalangan status ekonomi rendah (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018). 4.Kebiasaan Makan Di Luar Rumah : Menurut penelitian (Erfianto, 2017) tentang hygiene personal pada penjual nasi kucing, didapatkan hasil bahwa tidak ada penjual yang mencuci tangan sebelum menyajikan makanan dan hanya 10% yang mencuci alat makan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Hal ini dapat menjadi media penularan penyakit demam typoid karena makanan yang di sajikan tidak dalam kondisi bersih dan sudah tercemar. didapat sebagian besar responden mempunyai kebiasaan makan di luar rumah seperti di sekolah, warung makan, dan pedagang keliling.  Jenis makanan yang sering dikonsumsi beraneka ragam seperti siomay, gorengan, sosis bakar, cilok, dan juga es kemasan. Responden lebih menyukai makanan tersebut karena harga yang terjangkau, murah dan rasanya enak serta disenangi oleh kalangan anak-anak sehingga mereka sering mengabaikan kebersihan dari makanan tersebut. Jajanan tersebut biasa dijual oleh pedagang di pinggir jalan dengan keadaan terbuka sehingga dengan mudah debu dan lalat dapat hinggap. Kuman Salmonella typhi yang dibawa oleh lalat dapat mencemari makanan yang dihinggapi, sehingga orang yang mengkonsumsi makanan tersebut dapat berisiko menderita demam typoid. Menurut (Maarisit, 2014) menyatakan bahwa kualitas kebersihan makanan yang kurang diperhatikan oleh penjual makanan jajan dapat menyebabkan makanan tersebut menjadi menjadi suatu bibit penyakit dan penyakit yang timbul salah satunya adalah demam typoid. 5.Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Berdasarkan penelitian dari (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018) bahwa hasil analisis bivariat antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian demam typoid menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=0,02; OR=3,46; 95%CI=1,30-9,19). Penularan bakteri Salmonella typhi salah satunya melalui jari tangan atau kuku. Jika seseorang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan sebelum makan maka bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh orang sehat melalui mulut kemudian menjadikan orang tersebut menjadi sakit (Maghfiroh, 2016). Hal ini terjadi karena masih banyak responden yang kurang menyadari pentingnya mencuci tangan sebelum makan. Menurut beberapa responden, mereka lebih sering makan dengan menggunakan alat makan jadi tidak perlu mencuci tangan terlebih dahulu. Selain mereka juga tidak mengetahui cara atau langkah mencuci tangan yang baik dan benar yaitu dengan menggunakan sabun dan air mengalir, serta menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku. (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018). Berdasarkan penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016) hasil besar risiko yaitu anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan panjang kotor mempunyai risiko 6,07 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih dan hasil tersebut signifikan, anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek kotor mempunyai risiko 7,79 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih dan hasil tersebut signifikan (bermakna), anak dengan kondisi kuku jari tangan panjang bersih mempunyai risiko 1,89 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak dengan kondisi kuku jari tangan pendek bersih, namun hasil tersebut tidak signifikan (tidak bermakna). 6.Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar : Berdasarkan  hasil analisis bivariat antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian demam tifoid menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=0,04; OR=2,99; 95%CI=1,15-7,73) (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018). Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Maghfiroh, 2016). 7. Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan Mentah : Berdasarkan hasil kebiasaan mencuci bahan makanan mentah dengan kejadian demam typoid yang dilakukan dengan responden didapatkan masih ada sebagian yang tidak mencuci bahan makanan mentah yang akan langsung di makan. Dalam hal ini responden sering mengkonsumsi buah seperti apel, anggur, jambu air, dan pir. Selain itu juga mereka mengkonsumsi sayuran seperti tomat, mentimu, kubis, dan daun kemangi. Responden setelah membeli sayur dan buah tersebut biasanya lansung disimpan di lemari pendingin tanpa dicuci terlebih dahulu. Ada juga responden yang lansung mengkonsumsi makanan tersebut. Menurut mereka sayur dan buah tersebut terlihat bersih dan masih segar sehingga tidak perlu dicuci terlebih dahulu. Namun mereka tidak mengetahui bahwa buah dan sayuran yang dipupuk menggunakan kotoran manusia dapat terkontaminasi bakteri Salmonella typhi, sehingga mengkonsumsi buah dan sayur tanpa dicuci terlebih dahulu dapat meningkatkan risiko penyakit demam typoid. (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018) 8.Riwayat Keluarga :Berdasarkan hasil analisis dari (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018) riwayat keluarga dengan kejadian demam typoid menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=0,08). Riwayat penyakit demam tifoid dalam satu keluarga sangat berpengaruh karena penularan yang dialami akan melalui jalan yang sama dan risiko tertular akan semakin cepat. Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier) demam tifoid, tanpa menunjukkan tanda gejala tetapi mampu menularkan ke orang lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Feses penderita merupakan sumber utama bagi penularan demam tifoid (Nuruzzaman, 2016). 9. Jamban Sehat :Persyaratan sarana pembuangan tinja yang baik antara lain : a) jarak sumber air dengan lubang penampung minimal 11 meter; b) tidak berbau; c) bebas dari serangga maupun tikus; d) mudah dibersihkan; e) dilengkapi dinding dan atap pelindung; f) pencahayaan dan ventilasi yang cukup; g) lantai kedap air; dan h) tersedia air, sabun dan alat pembersih. Berdasarkan hasil observasi ditemukan masih banyak jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti letak tangki septik dan sumber air tidak lebih dari 11 meter. Lantai kamar mandi banyak yang rusak, kurangnya ventilasi sehingga pencahayaan kurang, serta masih ditemukan kecoa di beberapa kamar mandi responden. Selain itu dari wawancara dengan responden, mereka mengatakan jarang membersihkan kamar mandi, jika dibersihkanpun hanya menyikat tanpa menggunakan sabun. Kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat tersebut dan disertai dengan keberadaan serangga (lalat dan kecoa) di sekitar jamban dapat berpotensi sebagai media penularan demam typoid. (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018) 10. Frekuensi Jajan Berdasarkan hasil penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016), didapatkan bahwa anak yang terdiagnosis menderita demam typoid dengan frekuensi sering jajan di rumah sebesar 55% dengan 22 orang, anak dengan frekuensi jarang jajan saat berada di rumah sebesar 45% dan anak yang tidak terdiagnosis menderita demam tifoid dengan frekuensi sering jajan saat berada di rumah sebesar 25%, anak dengan frekuensi jarang jajan sebesar 75% dengan 30 orang. Anak terdiagnosis menderita demam typoid sebagian besar memiliki frekuensi sering jajan saat berada di rumah yaitu sebesar 55% sedangkan anak yang tidak terdiagnosis menderita demam typoid sebagian besar memiliki frekuensi jarang jajan yaitu sebesar 75%. Hasil penelitian didapatkan nilai OR 3,67, yang artinya anak yang memiliki frekuensi sering jajan saat berada di rumah mempunyai risiko 3,67 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang memiliki frekuensi jarang jajan saat berada di rumah dan hasil tersebut signifikan (bermakna). 11. Tempat Jual Jajan : Berdasarkan hasil penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016), bahwa anak yang membeli jajan di pedagang kaki lima saat berada di rumah sebagian besar terdiagnosis menderita demam typoid yaitu sebesar 60% sedangkan anak yang membeli jajan di swalayan saat berada di rumah sebagian besar tidak terdiagnosis menderita demam tifoid yaitu sebesar 72,5%. Hasil penelitian menunjukkan nilai OR 3,95 yang artinya anak yang membeli jajan di pedagang kaki lima mempunyai risiko 3,95 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang membeli jajan di swalayan saat berada di rumah dan hasil tersebut signifikan (bermakna). 12. Kemasan Jajan : Berdasarkan hasil penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016), yang didapatkan bahwa anak yang membeli jajan dengan kemasan terbuka saat berada di rumah sebagian besar terdiagnosis menderita demam typoid yaitu sebesar 60% sedangkan anak yang membeli jajan dengan kemasan tertutup saat berada di rumah sebagian besar tidak terdiagnosis menderita demam typoid yaitu sebesar 65%. Berdasarkan tabel 3 maka didapatkan nilai OR 3,5, artinya anak yang membeli jajan dengan kemasan terbuka saat berada di rumah mempunyai risiko 3,5 kali mengalami demam typoid dibandingkan dengan anak yang membeli jajan dengan kemasan tertutup saat berada di rumah dan hasil tersebut signifikan (bermakna).
  • Cara Penyebaran Demam Typoid  : Penularan demam typoid selain didapatkan dari menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urin, secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Dian, 2007). Proses makanan atau minuman terkontaminasi didukung oleh faktor lain yakni manusia yang terlibat langsung dengan pengolahan bahan makanan serta perilaku kebersihan diri perorangan yang baik karena bakteri sering ditemukan pada tangan. (Rahayu, 2000). Kebersihan diri salah satu penularan dari penyakit saluran pencernaan adalah melalui tangan yang tercemar oleh mikroorganisme yang merupakan penyebab penyakit. Mencuci tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan sebelum makan akan melindungi seseorang dari infeksi penyakit kemudian kondisi kuku jari tangan seseorang juga mempengaruhi terjadinya demam typoid, mencuci tangan dengan benar harus menggunakan sabun serta air yang mengalir karena menggosok sela-sela jari dan kuku dapat mencegah bakteri yang berada di kuku jari tangan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan dapat menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan-tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain ke dalam makanan atau minuman. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba (Rakhman, 2009).
  • Tanda Dan Gejala Typoid : Menurut (Corwin, 2010), Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organorgan hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. 1. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba. 2. Minggu ketiga, Jika keadaan membaik: suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik. 3.Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
  • Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Demam Thypoid : Menurut (Syam, 2013), Orang tua dengan latar belakang pendidikan tinggi akan bersikap lebih siap dalam mengasuh anaknya, karena pengetahuan yang luas diperoleh melalui kegiatan membaca artikel ataupun mengikuti kemajuan mengenai perkembangan anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi juga lebih bisa, berpikir kritis atas apa yang mereka dapatkan, sehingga mereka bisa memilah apa yang baik dan tidak untuk mereka lakukan terhadap anaknya. Sejalan dengan penelitian Christanti (2014) tentang hubungan pengetahuan orang tua dengan kejadian demam Thypoid pada anak di RSUD Mala Kecamatan Melonguane Kabupaten Talaud dengan hasil uji analisis Chi-Square mendapatkan hasil P = 0,047 lebih kecil dari nilai a = 0,05. Dengan demikian ada hubungan pengetahuan orang tua dengan kejadian demam thypoid pada anak. Dari penelitian ini pengetahuan orang tua baik, ternyata tidak membuat orang tua tersebut untuk melakukan pencegahan demam thypoid pada anaknya. Yaitu dengan membiasakan anaknya makan makanan yang siap saji dan jajan sembarangan yang memicu terjadinya demam thypoid. Ini juga menunjukkan bahwa pengetahuan sangat berperan penting dalam memahami tentang penyebab, tanda dan gejala penyakit demam thypoid, agar anak terhindar dari demam thypoid.
  • Sikap Orang Tua Dalam Pencegahan Penyakit Demam Thypoid : Menurut penelitian (Julita Legi, Inggrit Lidia Halik, 2019),  tentang sikap orang tua menunjukan bahwa berdasarkan sikap orang tua yang baik berjumlah 19 responden (43,2%) dan berdasarkan sikap orang tua kurang baik berjumlah 25 responden (56,8%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki sikap orang tua kurang baik yang paling banyak, yaitu 25 responden. Dari hasil penelitian yang telah dijalankan untuk sikap orang tua dalam pencegahan demam thypoid ternyata responden dengan sikap baik berjumlah 19 responden (43,2%) dengan menjawab tidak setuju pada kuesioner sikap orang tua mengenai, untuk mencegah anak tidak tertular demam thypoid dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri. Ini membuktikan anak tidak mencuci tangan sebelum makan. Contohnya, setelah beraktivitas anak langsung makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Ini yang didapati peneliti. Menurut (Hidayat, 2011), mengatakan sikap dalam upaya pencegahan penyakit demam thypoid, dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, mencuci alat makan dan minum dengan menggunakan anti septik (sabun) serta menggunakan air bersih untuk mencuci hindari makan makanan yang telah terkontaminasi baik oleh bakteri maupun virus, menjaga pola makan yang baik. Karena itu, pentingnya menjaga kebersihan diri. Dari kebiasaan tersebut akan terbiasa juga mencuci tangan sebelum makan dan sebelum atau sesudah beraktivitas. Agar kuman salmonella thypi tidak masuk ke dalam tubuh.
  • Perbedaan Pengetahuan Tentang Demam Typoid Orang Tua Di Pedesaan Dan PerkotaAN : Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan didapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam memengaruhi terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005). 1. Hasil uji dari Mann-Whitney pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan tentang demam typoid antara orang tua di pedesaan dan perkotaan di mana nilai rata-rata pengetahuan tentang demam typoid di perkotaan lebih tinggi daripada nilai rata-rata di pedesaan. Pengetahuan orang tua di pedesaan yang lebih rendah dari pada orang tua di perkotaan dimungkinkan karena sebagian besar tingkat pendidikan orang tua. Salah satu faktor rendahnya pengetahuan orang tua di pedesaan adalah kurangnya alat komunikasi. Alat komunikasi tersebut digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi untuk peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi saat ini telah menghasilkan berbagai macam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan internet memberikan pengaruh yang signifi kan terhadap peningkatan pengetahuan sesorang. (Yushi Rohana,2016) 2. Orang tua di pedesaan sebagian besar mengatakan bahwa kuman sebagai penyebab penyakit demam typoid, begitu juga sebagian besar orang tua di perkotaan. Menurut (Ngatsiyah, 2005), penyebab penyakit demam typoid, yang terkadang disebut tifus abdominalis atau enteric fever, adalah kuman Salmonella typhii. (Yushi Rohana,2016) 3.Mayoritas orang tua di pedesaan mengatakan bahwa penularan demam typoid adalah melalui mulut bersama makan dan minum, begitu juga sebagian besar oraNg tua di perkotaan mengatakan hal yang sama. Webber (2009), mengatakan bahwa penularan penyakit ini adalah melalui fecal-oral, di mana cara penularan utama melalui air yang terkontaminasi tinja yang berasal dari penderita demam typoid atau carier yang mengandung kuman Salmonella typhi. (Yushi Rohana,2016). 4. Orang tua di pedesaan sebagian besar orang menyatakan bahwa cuci tangan harus dilakukan setelah BAB, saat tangan kotor, dan sebelum makan, begitu juga sebagian besar orang tua di perkotaan menyatakan bahwa cuci tangan harus dilakukan setelah BAB, saat tangan kotor, dan sebelum makan. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu poin dari 10 PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).  Oleh karena hal ini, untuk memutuskan mata rantai kuman dan mencegah terjadinya penyakit maka diperlukan mencuci tangan dengan sabun yang merupakan salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari menggunakan air dan sabun (Kemenkes RI, 2014).
  • Perbedaan Tindakan Pencegahan Primer Oleh Orang Tua Di Pedesaan Dan Perkotaan Terhadap Demam Typoid Pada Anak : Pencegahan primer merupakan segala kegiatan yang mempunyai tujuan untuk menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Salah satu dari komponen pencegahan primer adalah perlindungan kesehatan yang meliputi pengendalian infeksi, imunisasi, perlindungan makanan dan minuman, serta pengamanan lingkungan (Timmreck, 2005). 1. Pada hiegiene dan sanitasi air, orang tua di pedesaan sebagian besar menggunakan sumber air minum dari sumur di mana sebagian besar orang tua yang menggunakan air sumur jarang bahkan tidak pernah memasak air sumur tersebut sampai mendidih sebelum diminum. Sedangkan orang tua di perkotaan sebagian besar menggunakan air sumur dan air PDAM di mana sebagian besar orang tua tidak pernah memasak air sumur dan PDAM tersebut sampai mendidih sebelum diminum. (Yushi Rohana,2016). Menurut (Widagdo, 2012), mengatakan bahwa kuman Salmonella thypii dalam air akan mati pada suhu 54,4ºC dalam 1 jam, atau 60ºC dalam 15 menit. Sehingga hal ini mengkhawatirkan apabila air sumur dan PDAM tersebut tidak direbus terlebih dahulu sebab ditakutkan masih mengandung kuman Salmonella typhii. 2. Penilaian kebiasaan jajan anak didapatkan sebagian besar anak di pedesaan dan perkotaan memilih jajan di kantin sekolah, jarang membeli jajan yang mempunyai kemasan terbuka. Orang tua di pedesaan sebagian besar sering memantau kebiasaan jajan anak dan sebagian besar orang tua di perkotaan selalu memantau kebiasaan jajan anak. Sebagian besar orang tua di pedesaan dan di perkotaan sering melarang anak jajan sembarangan. Hasil penelitian dari Putra (2012), menegaskan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian demam typoid. Apalagi jajanan tersebut tidak diberi penutup makanan karena salah satu cara penularan demam typoid terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar Salmonella typhii atau Salmonella paratyphi yang terdapat dalam air, es, debu maupun benda lainnya (Soedarto, 2007).  Kebiasaan jajan anak yang cukup baik ini bisa disebabkan karena sebagian besar orang tua di pedesaan dan perkotaan merupakan ibu rumah tangga sehingga orang tua terutama ibu memiliki waktu yang lebih untuk memperhatikan kebiasaan jajan anakl baik di sekolah maupun di rumah dan dan mengarahkan anak untuk tidak jajan sembarangan.



 
DAFTAR PUSTAKA
Rohana Yushi (2016). Jurnal Berkala Epidemiologi. Perbedaan Pengetahuan Dan Pencegahan Primer Demam Tifoid Balita Antara Orang Tua Di Pedesaan Dan Perkotaan. 4 (3): 384–395.
Sjahriani Tessa (2015). Jurnal Medika Malahayati. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. 2(1) : 1-7.
Legi Julita, Halik Inggrit Lidia (2019). Journal Of Community and Emergency. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Thypoid Pada Anak Usia Sekolah Di Puskesmas Kombos Kota Manado. 7(1): 2655-7487.
Nuruzzaman Hilda, Syahrul Fariani (2016). Jurnal Berkala Epidemiologi. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. 4( 1) : 74–86.
Ulfa Farissa, Handayani Oktia Woro Kasmini (2018). Jurnal Higeia. Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagiyanten. 2(2).


THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE

Stephen R. Covey ( Lahir di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, 24 Oktober 1932, meninggal di Idaho Falls, Idaho, Amerika Serikat, 16 Jul...