Jumat, 23 Oktober 2020

THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE

Stephen R. Covey

Stephen R. Covey ( Lahir di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, 24 Oktober 1932, meninggal di Idaho Falls, Idaho, Amerika Serikat, 16 Juli 2012 pada umur 79 tahun) adalah seorang penulis asal Amerika Serikat yang menulis buku laris, The Seven Habits of Highly Effective People. 
Pekerjaannya yaitu Pengarang, motivator, konsultan, pakar manajemen. Covey mendirikan "Pusat Kepemimpinan Covey (1997)", bergabung dengan Franklin Quest untuk mendirikan FranklinCovey, sebuah perusahaan pelayanan profesional global. Mereka menawarkan pelatihan dan perangkat produktivitas bagi berbagai individu dan organisasi. Pernyataan misi mereka berbunyi: "Kami menolong orang lain dan organisasi-organisasi di mana-mana untuk mengembangkan kehebatan mereka."

Baca Juga : Biografi Stephen R. Covey
Baca Juga : Resume Stephen R. Covey

Menurut Stephen Covey kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang, oleh karena itu keberhasilan bukanlah merupakan suatu perbuatan, tetapi merupakan suatu kebiasaan. Buku karya Stephen Covey ini adalah buku yang menekankan pada ketulusan, bukan perilaku instant yang dibuat-buat tanpa motivasi yang tulus. Ada 3 hal yang tetap di dunia ini, yaitu: perubahan, prinsip dan adanya pilihan.
Perubahan terus terjadi di dunia, namun prinsip-prinsip tidak berubah. Prinsip-prinsip itu misalnya gravitasi bumi, minyak mudah terbakar, juga prinsip-prinsip kesopanan, kejujuran, keberanian, dan kebaikan hati. Karena prinsip-prinsip tak pernah berubah, dia merupakan dasar yang kokoh untuk membangun karakter manusia.

7 habits adalah salah satu buku psikologi terbaik. Buku ini membedah 7 kebiasaan yaitu : 3 kebiasaan untuk kemenangan pribadi; 3 kebiasaan untuk kemenangan publik; 1 kebiasaan untuk memperbarui diri agar terus konsisten dalam menjalankan 6 kebiasaan di atas. Tujuh kebiasaan tersebut bertujuan agar manusia mampu ‘memanusiakan’ dirinya dan orang lain sehingga dapat menjalin hubungan yang harmonis dengan dirinya maupun dengan orang lain dalam kehidupan pribadi, keluarga, parenting, bisnis, maupun sosial-masyarakat. 

Berikut ulasan mengenai masing-masing dari 7 kebiasaan manusia yang paling efektif dalam buku tersebut kemudian contoh dalam kehidupan sehari- hari dan dunia keperawatan dari buku “7 Habbits of Highly Effective People” :

Baca Juga : Covid-19
Baca Juga : Literatur Review

Kebiasaan 1 : Jadilah Proaktif

Bersikap proaktif adalah lebih dari sekedar mengambil inisiatif. Bersikap proaktif artinya bertanggung jawab atas perilaku kita sendiri (di masa lalu, di masa sekarang, maupun di masa mendatang), dan membuat pilihan-pilihan berdasarkan prinsip-prinsip serta nilai-nilai ketimbang pada suasana hati atau keadaan. Orang-orang proaktif adalah pelaku-pelaku perubahan dan memilih untuk tidak menjadi korban, untuk tidak bersikap reaktif, untuk tidak menyalahkan orang lain.
Contoh dalam kehidupan :
Sikap yang ditunjukkan oleh para petugas kebersihan jalan untuk membersihkan sampah yang berada disekitar jalan atau tempat sampah yang berada disetiap desa. Ini merupakan sikap proaktif untuk menjaga lingkungan agar sampah tidak menumpuk yang dapat mengakibatkan bau tidak sedap.

Dunia Keperawatan

Kebiasaan 2 : Merujuk pada Tujuan Akhir

Didasarkan oleh imajinasi, kemampuan untuk melihat sesuatu yang ada dipikiran Anda yang belum dapat dilihat oleh mata Anda. Ketika seseorang membayangkan sesuatu yang positif dan bergerak ke arah kesuksesan, biasanya orang itu akan mendapatkan apa yang ada di pikirannya. Suatu pernyataan misi adalah bentuk tertinggi dari penciptaan secara mental, yang dapat disusun oleh seorang individu, keluarga, atau organisasi. Pernyataaan misi ini adalah keputusan utama, karena melandasi keputusan-keputusan lainnya.
Contoh dalam kehidupan :   
Hitung biayanya. Saya telah menghitung biaya yang harus saya bayar untuk bisa mencapai cita cita saya. Di samping itu, saya harus rela waktu bersantai berkurang, saya harus rela bercape-cape setiap hari, agar saya bisa menjadi seorang perawat yang profesional.

Dunia Keperawatan

Kebiasaan 3 : Dahulukan Yang Utama

Menjadwalkan dan mendahulukan pekerjaan-pekerjaan yang penting atas pekerjaan yang kurang penting. Di buku  7 habits steven covey ini ada 4 kuadran waktu, yaitu kuadran :
  1. Hal yang penting dan mendesak ; orang yang mayoritas waktunya dihabiskan disini kemungkinan besar karena terlalu banyak menunda-nunda pekerjaan dan mengabaikan perencanaan dan pencegahan.
  2. Hal yang penting dan tidak mendesak ; Idealnya orang menghabiskan sebagian besar waktunya di sini. Belajar, evaluasi, perencanaan yang baik, olahraga, membina hubungan baik dengan orang lain, termasuk dalam kuadran ini.
  3. Hal yang mendesak tetapi tidak penting ; Sesuatu yang kelihatan mendesak untuk dikerjakan, tetapi sebenarnya tidak penting.
  4. Hal yang tidak mendesak dan tidak penting ; Di sinilah tempat orang-orang pemalas menghabiskan waktu. Baca koran berlebihan dengan alasan cari informasi, nonton TV berlebihan, ngobrol dengan relasi berlebihan. Hal-hal yang dalam jangka pendek menyenangkan untuk dilakukan. Pada dasarnya kuadran 3 dan 4 adalah tempat orang-orang yang kurang efektif menghabiskan waktunya.
di buku 7 habits ini, setelah berhasil menjadi orang yang proaktif, memiliki visi, dan mampu membuat prioritas berarti kita telah memperoleh kemenangan pribadi berupa kemandirian. Tahap berikutnya adalah tahap kesaling-tergantungan (inter-dependensi). Kesaling tergantungan hanya dapat dilakukan oleh dua orang yang mandiri. Tanpa kemandirian, yang akan terjadi adalah ketergantungan pada orang lain.
Contoh dalam kehidupan :
Ketika saya mendapat tugas kuliah dan teman saya mengajak saya liburan ke suatu tempat saya mencoba menolaknya secara halus dan menerapkan prinsip " dahulukan yang utama" saya berpikir bahwa tugas kuliah lebih penting daripada liburan bersama teman- teman karena menurut saya liburan dapat dilakukan kapan saja ketika saya memiliki waktu luang.

Dunia Keperawatan

Kebiasaan 4 : Berpikir Menang/Menang

Berpikir menang/menang adalah cara berpikir yang berusaha mencapai keuntungan bersama, dan didasarkan pada sikap saling menghormati dalam semua interaksi. Berpikir menang/menang artinya tidak berpikir egois (menang/kalah) atau berpikir seperti martir (kalah/menang). Dalam kehidupan bekerja maupun keluarga, para anggotanya berpikir secara saling tergantung dengan istilah “kita”, bukannya “aku”. Berpikir menang/menang mendorong penyelesaian konflik dan membantu masing-masing individu untuk mencari solusi-solusi yang sama-sama menguntungkan. Berpikir menang/menang artinya berbagi informasi, kekuasaan, pengakuan, dan imbalan.
Contoh dalam kehidupan : 
Menang-menang. Ini adalah keyakinan bahwa semua orang bisa menang. Saya mepedulikan orang lain sebanyak mereka memperdulikan saya sendiri. Misalnya saya dipromosikan menduduki jabatan baru, kemudian saya bagi pujian dan pengakuannya kepada semua orang yang membantu mempromosikan saya.

Dunia Keperawatan

Kebiasaan 5 : Berusaha untuk Memahami Terlebih dulu, Baru Dipahami

Kalau kita mendengarkan dengan seksama, untuk memahami orang lain, ketimbang untuk menanggapinya, kita memulai komunikasi sejati dan membangun hubungan. Kalau orang lain merasa dipahami, mereka merasa ditegaskan dan dihargai, mau membuka diri, sehingga peluang untuk berbicara secara terbuka serta dipahami terjadi lebih alami dan mudah.
Contoh dalam kehidupan : 
Dulu ketika masih kecil saya sering bertengkar dengan kakak saya demi memperebutkan hal yang sepele kami berdua selalu bermusuhan bahkan aku dan kakak ku sering terlibat perkelahian, tapi setelah itu kami berdua selalu berbaikan lagi dan mulai memahami/dipahami dengan keinginana masing- masing.

Dunia Keperawatan

Kebiasaan 6 : Wujudkan Sinergi

Sinergi adalah soal menghasilkan alternatif ketiga, bukan caraku, bukan caramu, melainkan cara ketiga yang lebih baik ketimbang cara kita masing-masing. Memanfaatkan perbedaan-perbedaan yang ada dalam mengatasi masalah, memanfaatkan peluang.
Contoh dalam kehidupan :
Ketika saya mendapatkan tugas kelompok untuk menyusun makalah maka saya dan teman- teman mewujudkan sinergi, bekerja sama,membantu dan saling berdiskusi ketika mengerjakannya agar tugas tersebut dapat terselesaikan tepat waktu.

Dunia Keperawatan

Kebiasaan 7 : Mengasah Gergaji

Mengasah gergaji adalah soal memperbaharui diri terus-menerus (memaksimalkan kemampuan yang kita milki) dalam keempat bidang kehidupan dasar: fisik, sosial/emosional, mental, dan rohaniah. Kebiasaan inilah yang meningkatkan kapasitas kita utnuk menerapkan kebiasaan-kebiasaan efektif lainnya.
Contoh dalam kehidupan :
Ketika saya mendapat kesulitan memahami satu mata kuliah saya mencoba melatih diri saya dengan membaca dan memahami agar mental saya ikut berkembang dan terlatih. Untuk kedepannya saya ingin membiasakan diri membaca terlebih dahulu sebelum diajarkan materinya oleh dosen, supaya lebih paham.

Dunia Keperawatan

Belajar bukanlah suatu kewajiban, tapi belajar adalah suatu kebutuhan. 
DR. STEPHEN R. COVEY


PUSTAKA :
Covey, Stephen R.2013. The 7 Habits of Highly Effective People. Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA Publisher.






Kamis, 07 Mei 2020

LITERATUR REVIEW : HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENCEGAHAN ORANG TUA TENTANG DEMAM TYPOID TERHADAP SIKAP ANAK MENGENAI KEBIASAAN JAJAN PADA ANAK


Oleh :
Dede Eviyanti
C1AA19025

  1. TOPIK : Hubungan Antara Pengetahuan Dan Pencegahan Orang Tua Tentang Demam Typoid Terhadap Sikap Anak Mengenai Kebiasaan Jajan Pada Anak
  2. KATA KUNCI : Kata kunci yang di gunakan adalah Pengetahuan, Pencegahan Orang Tua, Demam Typoid, Sikap Anak dan, Kebiasaan Jajan Anak.
  3. SUMBER YANG DIGUNAKAN : Penelaahan Jurnal Dilakukan Melalui Media Elektronik Yaitu Google Scholer. Jurnal Yang Dipilih Berupa Hasil Penelitian Pada Rentang Tahun 2020-2015. Diperoleh Junal Sebanyak 10 Tetapi Hanya 5 Jurnal Yang Sesuai Dengan Kriteria.
  4. ALASAN PEMILIHAN SUMBER : Sumbernya Jelas, Isi Jurnal Relevan Dengan Topik, Merupakan Sumber Primer, Sumber Yang Dipakai Jelas Kredibilitasnya, dan Sesuai Dengan Yang Dibutuhkan Untuk Penulisan Literature Review.
  5. SUMMARY JURNAL
  • Topik : Perbedaan Pengetahuan Dan Pencegahan Primer Demam Tifoid Balita Antara Orang Tua Di Pedesaan Dan Perkotaan. Peneliti : Yushi Rohana.  Tahun : 2016. Metode : observational analitik dengan desain adalah cross sectional. Sampel : Populasi penelitian adalah orang tua dari balita di pedesaan dan perkotaan yang bersekolah di PAUD. Jumlah sampel di pedesaan sebanyak 51 orang tua balita dan jumlah sampel di perkotaan sebanyak 54 orang tua balita. Hasil penelitian : penelitian ini didapatkan ada perbedaan pengetahuan orang tua di pedesaan dan di perkotaan tentang demam tifoid (p = 0,014) dan ada perbedaan tindakan pencegahan primer terhadap demam tifoid antara orang tua di pedesaan dan di perkotaan (p = 0,00001). Kesimpulan :  pada penelitian ini adalah ada perbedaan pengetahuan dan tindakan orang tua di pedesaan dan perkotaan dalam mencegah terjadinya demam tifoid pada balita. Disarankan kepada orang tua balita memperhatikan dan meningkatkan hiegiene dan sanitasi untuk menghindari penyakit demam tifoid dan mengajari anak balitanya untuk selalu menjaga kebersihan.
  • Topik : Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Thypoid Pada Anak Usia Sekolah Di Puskesmas Kombos Kota Manado. Peneliti : Julita Legi, Inggrit Lidia Halik. Tahun : 2019. Metode : cross sectional study. Sampel : kuesioner. Hasil penelitian : berdasarkan sikap orang tua dari 44 responden yang dijadikan penelitian ternyata sikap orang tua baik berjumlah 19 responden (43,2%) dan berdasarkan sikap orang tua kurang baik berjumlah 25 responden (56,8%). Kesimpulan :Sikap orang tua dengan pencegahan penyakit demam thypoid pada anak usia sekolah di Puskesmas Kombos Kota Manado yang paling banyak adalah kurang baik.
  • Topik : Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. peneloto : Tessa Sjahriani. tahun : 2015. metoe : case control. sampel : 60 (30 kasus dan 30 kontrol). haasil penelitian : dari 60 responden 12 (20%) responden yang memiliki kebersihan kuku tidak baik dan 48 (80%) responden yang memiliki kebersihan kuku baik, responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan tidak baik dan 21 (35%) responden yang memiliki kebiasaan mencuci tangan, demam tifoid, 33 (55%) responden yang memiliki perilaku jajan kurang baik dan 27 (45%) responden yang memiliki perilaku jajan baik, (41,7%) responden yang memiliki pengetahuan ibu kurang baik dan 35 (58,3%) responden yang memiliki pengetahuan ibu baik.  kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan, perilaku jajan, dan pengetahuan ibu terdapat Hubungan dengan kejadian demam tifoid pada anak di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015.
  • Topik : Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. peneliti : Hilda Nuruzzaman1, Fariani Syahrul2. tahun : 2016. metode : observasional analitik dengan case control study. sampel : 80 orang. hasil penelitian : yang kurang baik di rumah OR = 3,67;95% CI (1,29 < OR < 10,64), kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang kurang baik di rumah OR = 4,33;95% CI (1,54 < OR < 12,44), kuku pendek kotor OR = 7,79;95% CI (1,46 < OR < 46,18) sering jajan saat di rumah OR = 3,89;95% CI (1,39 < OR < 11,06), membeli jajan di pedagang kaki lima saat di rumah OR = 3,95;95% CI (1,40 < OR < 11,30), kemasan jajan yang terbuka saat dibeli di rumah OR = 3,5;95% CI (1,26 < OR < 9,83). Kesimpulan :  bahwa kebiasaan mencuci tangan sesudah buang air besar yang baik, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan yang baik, kondisi kuku jari tangan pendek bersih, jarang jajan saat di rumah, membeli jajan di swalayan, membeli jajan dengan keadaan kemasan jajan tertutup saat di rumah mampu menurunkan risiko kejadian demam tifoid pada anak usia 7–12 tahun.
  • Topik : Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagiyanten. peneliti : Ulfa Farissa, Handayani Oktia Woro Kasmini. tahun : 2018. metode : case control. sampel : sebesar 43 kasus dan 43. hasil penelitian :  kontrol faktor yang berhubungan dengan kejadian demam tifoid meliputi kebiasaan makan di luar rumah (p-value=0,001), kebiasaan mencuci tangan sebelum makan (p-value=0,02), kebiasaan mencuci tangan setelah BAB (p-value=0,04), kebiasaan mencuci bahan makanan mentah (p-value=0,007), dan jamban sehat (p-value=0,04). kesimpulan : Simpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kebiasaan makan di luar rumah, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan mencuci tangan setelah BAB, kebiasaan mencuci bahan makanan mentah, dan jamban sehat dengan kejadian demam tifoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal.6. LITERATUR REVIEW
    6. LITERATUR REVIEW
  • Definisi Demam Typoid : Menurut pengertian dari (Tessa Sjahriani,2015) Salah satu masalah infeksi yang sering dialami oleh masyarakat terutama di negara berkembang dengan standar hidup dan kebersihan masyarakat rendah adalah demam typoid yang cenderung meningkat dan terjadi secara endemis terutama dialami oleh anak. Penyakit infeksi tifus abdominalis atau demam typoid ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar kuman Salmonella typhi (WHO, 2008). Demam typoid ditandai dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Soedarmo, 2002).  Demam typoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai dengan malaise (Corwin, 2010).  Demam typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C. penularan demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono, 2011)
  • Faktor Terjadinya Demam Typoid : Tingginya kasus demam typoid tidak terlepas dari faktor risiko yang merupakan predisposisi terjadinya demam typoid. Beberapa faktor resiko terjadinya demam typoid diantaranya adalah berhubungan erat dengan kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan, perilaku jajan anak, dan pengetahuan ibu. Hasil penelitian (Wipayani), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan demam typoid pada anak adalah : 1.Usia Pada usia 5–14 tahun merupakan usia anak yang kurang memperhatikan kebersihan diri dan kebiasaan jajan yang sembarangan sehingga dapat menyebabkan tertular penyakit demam tifoid. pada anak usia 0–1 tahun prevalensinya lebih rendah dibandingkan dengan kelompok usia lainnya dikarenakan kelompok usia ini cenderung mengkonsumsi makanan yang berasal dari rumah yang memiliki tingkat kebersihannya yang cukup baik dibandingkan dengan yang dijual di warung pinggir jalan yang memiliki kualitas yang kurang baik (Nurvina, 2013). Menurut penelitian dari (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018) Bahwa sebagian besar responden kasus mempunyai umur berisiko (=30 tahun) sebanyak 37 orang atau 86% dan responden kasus yang mempunyai umur tidak berisiko (>30 tahun) sebanyak 6 orang atau 14%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bukhari (2016) yang juga menunjukkan bahwa distribusi kasus demam typoid menurut umur dengan risiko tinggi di daerah Taxila, Pakistan yaitu terletak pada rentang kelompok usia 10-15 tahun dan 25-35 tahun. 2.Jenis Kelamin  Menurut penelitian (Lidya, 2010 dalam Wijaya, 2015) Diperoleh hasil bahwa hasil antara jenis kelamin dengan kejadian demam typoid menunjukkan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=1,00). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2015) di Puskesmas Bugangan Kota Semarang yang menunjukkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian demam typoid (p=0,037). 3.Status Sosial Ekonomi : Menurut penelitian Rejeki (2015), status sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan seseorang dalam memenuhi sarana dan prasarana yang digunakan untuk mempertahankan kebersihan diri yang sangat mempengaruhi status kesehatannya. Umumnya masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah tidak mengutamakan perawatan dan kebersihan dirinya sendiri sehingga dapat menurunkan status kesehatannya. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar responden kasus berada pada tingkat sosial ekonomi yang tinggi (79,1%) sedangkan responden dengan tingkat ekonomi yang rendah lebih sedikit yaitu sebesar 20,9%. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan dari kebanyakan kasus yang menunjukkan bahwa demam typoid lebih banyak terjadi pada kalangan status ekonomi rendah (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018). 4.Kebiasaan Makan Di Luar Rumah : Menurut penelitian (Erfianto, 2017) tentang hygiene personal pada penjual nasi kucing, didapatkan hasil bahwa tidak ada penjual yang mencuci tangan sebelum menyajikan makanan dan hanya 10% yang mencuci alat makan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Hal ini dapat menjadi media penularan penyakit demam typoid karena makanan yang di sajikan tidak dalam kondisi bersih dan sudah tercemar. didapat sebagian besar responden mempunyai kebiasaan makan di luar rumah seperti di sekolah, warung makan, dan pedagang keliling.  Jenis makanan yang sering dikonsumsi beraneka ragam seperti siomay, gorengan, sosis bakar, cilok, dan juga es kemasan. Responden lebih menyukai makanan tersebut karena harga yang terjangkau, murah dan rasanya enak serta disenangi oleh kalangan anak-anak sehingga mereka sering mengabaikan kebersihan dari makanan tersebut. Jajanan tersebut biasa dijual oleh pedagang di pinggir jalan dengan keadaan terbuka sehingga dengan mudah debu dan lalat dapat hinggap. Kuman Salmonella typhi yang dibawa oleh lalat dapat mencemari makanan yang dihinggapi, sehingga orang yang mengkonsumsi makanan tersebut dapat berisiko menderita demam typoid. Menurut (Maarisit, 2014) menyatakan bahwa kualitas kebersihan makanan yang kurang diperhatikan oleh penjual makanan jajan dapat menyebabkan makanan tersebut menjadi menjadi suatu bibit penyakit dan penyakit yang timbul salah satunya adalah demam typoid. 5.Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Berdasarkan penelitian dari (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018) bahwa hasil analisis bivariat antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian demam typoid menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=0,02; OR=3,46; 95%CI=1,30-9,19). Penularan bakteri Salmonella typhi salah satunya melalui jari tangan atau kuku. Jika seseorang kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan sebelum makan maka bakteri tersebut dapat masuk ke dalam tubuh orang sehat melalui mulut kemudian menjadikan orang tersebut menjadi sakit (Maghfiroh, 2016). Hal ini terjadi karena masih banyak responden yang kurang menyadari pentingnya mencuci tangan sebelum makan. Menurut beberapa responden, mereka lebih sering makan dengan menggunakan alat makan jadi tidak perlu mencuci tangan terlebih dahulu. Selain mereka juga tidak mengetahui cara atau langkah mencuci tangan yang baik dan benar yaitu dengan menggunakan sabun dan air mengalir, serta menggosok tangan, sela-sela jari dan kuku. (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018). Berdasarkan penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016) hasil besar risiko yaitu anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan panjang kotor mempunyai risiko 6,07 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih dan hasil tersebut signifikan, anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek kotor mempunyai risiko 7,79 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang memiliki kondisi kuku jari tangan pendek bersih dan hasil tersebut signifikan (bermakna), anak dengan kondisi kuku jari tangan panjang bersih mempunyai risiko 1,89 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak dengan kondisi kuku jari tangan pendek bersih, namun hasil tersebut tidak signifikan (tidak bermakna). 6.Kebiasaan Mencuci Tangan Setelah Buang Air Besar : Berdasarkan  hasil analisis bivariat antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian demam tifoid menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=0,04; OR=2,99; 95%CI=1,15-7,73) (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018). Tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri atau virus patogen dari tubuh, feses atau sumber lain ke makanan. Oleh karenanya kebersihan tangan dengan mencuci tangan perlu mendapat prioritas tinggi, walaupun hal tersebut sering disepelekan pencucian dengan sabun sebagai pembersih, penggosokkan dan pembilasan dengan air mengalir akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroorganisme (Maghfiroh, 2016). 7. Kebiasaan Mencuci Bahan Makanan Mentah : Berdasarkan hasil kebiasaan mencuci bahan makanan mentah dengan kejadian demam typoid yang dilakukan dengan responden didapatkan masih ada sebagian yang tidak mencuci bahan makanan mentah yang akan langsung di makan. Dalam hal ini responden sering mengkonsumsi buah seperti apel, anggur, jambu air, dan pir. Selain itu juga mereka mengkonsumsi sayuran seperti tomat, mentimu, kubis, dan daun kemangi. Responden setelah membeli sayur dan buah tersebut biasanya lansung disimpan di lemari pendingin tanpa dicuci terlebih dahulu. Ada juga responden yang lansung mengkonsumsi makanan tersebut. Menurut mereka sayur dan buah tersebut terlihat bersih dan masih segar sehingga tidak perlu dicuci terlebih dahulu. Namun mereka tidak mengetahui bahwa buah dan sayuran yang dipupuk menggunakan kotoran manusia dapat terkontaminasi bakteri Salmonella typhi, sehingga mengkonsumsi buah dan sayur tanpa dicuci terlebih dahulu dapat meningkatkan risiko penyakit demam typoid. (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani, 2018) 8.Riwayat Keluarga :Berdasarkan hasil analisis dari (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018) riwayat keluarga dengan kejadian demam typoid menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian demam typoid di Puskesmas Pagiyanten Kabupaten Tegal (p=0,08). Riwayat penyakit demam tifoid dalam satu keluarga sangat berpengaruh karena penularan yang dialami akan melalui jalan yang sama dan risiko tertular akan semakin cepat. Seseorang mampu menjadi pembawa penyakit (asymptomatic carrier) demam tifoid, tanpa menunjukkan tanda gejala tetapi mampu menularkan ke orang lain. Status carrier dapat terjadi setelah mendapat serangan akut. Carrier kronis harus diawasi dengan ketat dan dilarang melakukan pekerjaan yang dapat menularkan penyakit kepada orang lain. Feses penderita merupakan sumber utama bagi penularan demam tifoid (Nuruzzaman, 2016). 9. Jamban Sehat :Persyaratan sarana pembuangan tinja yang baik antara lain : a) jarak sumber air dengan lubang penampung minimal 11 meter; b) tidak berbau; c) bebas dari serangga maupun tikus; d) mudah dibersihkan; e) dilengkapi dinding dan atap pelindung; f) pencahayaan dan ventilasi yang cukup; g) lantai kedap air; dan h) tersedia air, sabun dan alat pembersih. Berdasarkan hasil observasi ditemukan masih banyak jamban yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti letak tangki septik dan sumber air tidak lebih dari 11 meter. Lantai kamar mandi banyak yang rusak, kurangnya ventilasi sehingga pencahayaan kurang, serta masih ditemukan kecoa di beberapa kamar mandi responden. Selain itu dari wawancara dengan responden, mereka mengatakan jarang membersihkan kamar mandi, jika dibersihkanpun hanya menyikat tanpa menggunakan sabun. Kondisi jamban yang tidak memenuhi syarat tersebut dan disertai dengan keberadaan serangga (lalat dan kecoa) di sekitar jamban dapat berpotensi sebagai media penularan demam typoid. (Farissa Ulfa, Oktia Woro Kasmini Handayani,2018) 10. Frekuensi Jajan Berdasarkan hasil penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016), didapatkan bahwa anak yang terdiagnosis menderita demam typoid dengan frekuensi sering jajan di rumah sebesar 55% dengan 22 orang, anak dengan frekuensi jarang jajan saat berada di rumah sebesar 45% dan anak yang tidak terdiagnosis menderita demam tifoid dengan frekuensi sering jajan saat berada di rumah sebesar 25%, anak dengan frekuensi jarang jajan sebesar 75% dengan 30 orang. Anak terdiagnosis menderita demam typoid sebagian besar memiliki frekuensi sering jajan saat berada di rumah yaitu sebesar 55% sedangkan anak yang tidak terdiagnosis menderita demam typoid sebagian besar memiliki frekuensi jarang jajan yaitu sebesar 75%. Hasil penelitian didapatkan nilai OR 3,67, yang artinya anak yang memiliki frekuensi sering jajan saat berada di rumah mempunyai risiko 3,67 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang memiliki frekuensi jarang jajan saat berada di rumah dan hasil tersebut signifikan (bermakna). 11. Tempat Jual Jajan : Berdasarkan hasil penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016), bahwa anak yang membeli jajan di pedagang kaki lima saat berada di rumah sebagian besar terdiagnosis menderita demam typoid yaitu sebesar 60% sedangkan anak yang membeli jajan di swalayan saat berada di rumah sebagian besar tidak terdiagnosis menderita demam tifoid yaitu sebesar 72,5%. Hasil penelitian menunjukkan nilai OR 3,95 yang artinya anak yang membeli jajan di pedagang kaki lima mempunyai risiko 3,95 kali mengalami demam typoid dibandingkan anak yang membeli jajan di swalayan saat berada di rumah dan hasil tersebut signifikan (bermakna). 12. Kemasan Jajan : Berdasarkan hasil penelitian (Hilda Nuruzzaman, Fariani Syahrul, 2016), yang didapatkan bahwa anak yang membeli jajan dengan kemasan terbuka saat berada di rumah sebagian besar terdiagnosis menderita demam typoid yaitu sebesar 60% sedangkan anak yang membeli jajan dengan kemasan tertutup saat berada di rumah sebagian besar tidak terdiagnosis menderita demam typoid yaitu sebesar 65%. Berdasarkan tabel 3 maka didapatkan nilai OR 3,5, artinya anak yang membeli jajan dengan kemasan terbuka saat berada di rumah mempunyai risiko 3,5 kali mengalami demam typoid dibandingkan dengan anak yang membeli jajan dengan kemasan tertutup saat berada di rumah dan hasil tersebut signifikan (bermakna).
  • Cara Penyebaran Demam Typoid  : Penularan demam typoid selain didapatkan dari menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi dapat juga dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi tinja, urin, secret saluran nafas atau dengan pus penderita yang terinfeksi (Dian, 2007). Proses makanan atau minuman terkontaminasi didukung oleh faktor lain yakni manusia yang terlibat langsung dengan pengolahan bahan makanan serta perilaku kebersihan diri perorangan yang baik karena bakteri sering ditemukan pada tangan. (Rahayu, 2000). Kebersihan diri salah satu penularan dari penyakit saluran pencernaan adalah melalui tangan yang tercemar oleh mikroorganisme yang merupakan penyebab penyakit. Mencuci tangan sesudah buang air besar, mencuci tangan sebelum makan akan melindungi seseorang dari infeksi penyakit kemudian kondisi kuku jari tangan seseorang juga mempengaruhi terjadinya demam typoid, mencuci tangan dengan benar harus menggunakan sabun serta air yang mengalir karena menggosok sela-sela jari dan kuku dapat mencegah bakteri yang berada di kuku jari tangan. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan dapat menghilangkan mikroba yang terdapat pada tangan-tangan yang kotor atau terkontaminasi dapat memindahkan bakteri dan virus pathogen dari tubuh, tinja atau sumber lain ke dalam makanan atau minuman. Kombinasi antara aktivitas sabun sebagai pembersih, penggosokan dan aliran air akan menghanyutkan partikel kotoran yang banyak mengandung mikroba (Rakhman, 2009).
  • Tanda Dan Gejala Typoid : Menurut (Corwin, 2010), Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organorgan hati, kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang biak. 1. Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba. 2. Minggu ketiga, Jika keadaan membaik: suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang. Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus, terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik. 3.Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis.
  • Pengetahuan Orang Tua Tentang Penyakit Demam Thypoid : Menurut (Syam, 2013), Orang tua dengan latar belakang pendidikan tinggi akan bersikap lebih siap dalam mengasuh anaknya, karena pengetahuan yang luas diperoleh melalui kegiatan membaca artikel ataupun mengikuti kemajuan mengenai perkembangan anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi juga lebih bisa, berpikir kritis atas apa yang mereka dapatkan, sehingga mereka bisa memilah apa yang baik dan tidak untuk mereka lakukan terhadap anaknya. Sejalan dengan penelitian Christanti (2014) tentang hubungan pengetahuan orang tua dengan kejadian demam Thypoid pada anak di RSUD Mala Kecamatan Melonguane Kabupaten Talaud dengan hasil uji analisis Chi-Square mendapatkan hasil P = 0,047 lebih kecil dari nilai a = 0,05. Dengan demikian ada hubungan pengetahuan orang tua dengan kejadian demam thypoid pada anak. Dari penelitian ini pengetahuan orang tua baik, ternyata tidak membuat orang tua tersebut untuk melakukan pencegahan demam thypoid pada anaknya. Yaitu dengan membiasakan anaknya makan makanan yang siap saji dan jajan sembarangan yang memicu terjadinya demam thypoid. Ini juga menunjukkan bahwa pengetahuan sangat berperan penting dalam memahami tentang penyebab, tanda dan gejala penyakit demam thypoid, agar anak terhindar dari demam thypoid.
  • Sikap Orang Tua Dalam Pencegahan Penyakit Demam Thypoid : Menurut penelitian (Julita Legi, Inggrit Lidia Halik, 2019),  tentang sikap orang tua menunjukan bahwa berdasarkan sikap orang tua yang baik berjumlah 19 responden (43,2%) dan berdasarkan sikap orang tua kurang baik berjumlah 25 responden (56,8%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki sikap orang tua kurang baik yang paling banyak, yaitu 25 responden. Dari hasil penelitian yang telah dijalankan untuk sikap orang tua dalam pencegahan demam thypoid ternyata responden dengan sikap baik berjumlah 19 responden (43,2%) dengan menjawab tidak setuju pada kuesioner sikap orang tua mengenai, untuk mencegah anak tidak tertular demam thypoid dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan diri. Ini membuktikan anak tidak mencuci tangan sebelum makan. Contohnya, setelah beraktivitas anak langsung makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Ini yang didapati peneliti. Menurut (Hidayat, 2011), mengatakan sikap dalam upaya pencegahan penyakit demam thypoid, dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, mencuci alat makan dan minum dengan menggunakan anti septik (sabun) serta menggunakan air bersih untuk mencuci hindari makan makanan yang telah terkontaminasi baik oleh bakteri maupun virus, menjaga pola makan yang baik. Karena itu, pentingnya menjaga kebersihan diri. Dari kebiasaan tersebut akan terbiasa juga mencuci tangan sebelum makan dan sebelum atau sesudah beraktivitas. Agar kuman salmonella thypi tidak masuk ke dalam tubuh.
  • Perbedaan Pengetahuan Tentang Demam Typoid Orang Tua Di Pedesaan Dan PerkotaAN : Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan didapat setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam memengaruhi terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005). 1. Hasil uji dari Mann-Whitney pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan tentang demam typoid antara orang tua di pedesaan dan perkotaan di mana nilai rata-rata pengetahuan tentang demam typoid di perkotaan lebih tinggi daripada nilai rata-rata di pedesaan. Pengetahuan orang tua di pedesaan yang lebih rendah dari pada orang tua di perkotaan dimungkinkan karena sebagian besar tingkat pendidikan orang tua. Salah satu faktor rendahnya pengetahuan orang tua di pedesaan adalah kurangnya alat komunikasi. Alat komunikasi tersebut digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi untuk peningkatan pengetahuan. Kemajuan teknologi saat ini telah menghasilkan berbagai macam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan internet memberikan pengaruh yang signifi kan terhadap peningkatan pengetahuan sesorang. (Yushi Rohana,2016) 2. Orang tua di pedesaan sebagian besar mengatakan bahwa kuman sebagai penyebab penyakit demam typoid, begitu juga sebagian besar orang tua di perkotaan. Menurut (Ngatsiyah, 2005), penyebab penyakit demam typoid, yang terkadang disebut tifus abdominalis atau enteric fever, adalah kuman Salmonella typhii. (Yushi Rohana,2016) 3.Mayoritas orang tua di pedesaan mengatakan bahwa penularan demam typoid adalah melalui mulut bersama makan dan minum, begitu juga sebagian besar oraNg tua di perkotaan mengatakan hal yang sama. Webber (2009), mengatakan bahwa penularan penyakit ini adalah melalui fecal-oral, di mana cara penularan utama melalui air yang terkontaminasi tinja yang berasal dari penderita demam typoid atau carier yang mengandung kuman Salmonella typhi. (Yushi Rohana,2016). 4. Orang tua di pedesaan sebagian besar orang menyatakan bahwa cuci tangan harus dilakukan setelah BAB, saat tangan kotor, dan sebelum makan, begitu juga sebagian besar orang tua di perkotaan menyatakan bahwa cuci tangan harus dilakukan setelah BAB, saat tangan kotor, dan sebelum makan. Mencuci tangan dengan sabun merupakan salah satu poin dari 10 PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).  Oleh karena hal ini, untuk memutuskan mata rantai kuman dan mencegah terjadinya penyakit maka diperlukan mencuci tangan dengan sabun yang merupakan salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari menggunakan air dan sabun (Kemenkes RI, 2014).
  • Perbedaan Tindakan Pencegahan Primer Oleh Orang Tua Di Pedesaan Dan Perkotaan Terhadap Demam Typoid Pada Anak : Pencegahan primer merupakan segala kegiatan yang mempunyai tujuan untuk menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Salah satu dari komponen pencegahan primer adalah perlindungan kesehatan yang meliputi pengendalian infeksi, imunisasi, perlindungan makanan dan minuman, serta pengamanan lingkungan (Timmreck, 2005). 1. Pada hiegiene dan sanitasi air, orang tua di pedesaan sebagian besar menggunakan sumber air minum dari sumur di mana sebagian besar orang tua yang menggunakan air sumur jarang bahkan tidak pernah memasak air sumur tersebut sampai mendidih sebelum diminum. Sedangkan orang tua di perkotaan sebagian besar menggunakan air sumur dan air PDAM di mana sebagian besar orang tua tidak pernah memasak air sumur dan PDAM tersebut sampai mendidih sebelum diminum. (Yushi Rohana,2016). Menurut (Widagdo, 2012), mengatakan bahwa kuman Salmonella thypii dalam air akan mati pada suhu 54,4ºC dalam 1 jam, atau 60ºC dalam 15 menit. Sehingga hal ini mengkhawatirkan apabila air sumur dan PDAM tersebut tidak direbus terlebih dahulu sebab ditakutkan masih mengandung kuman Salmonella typhii. 2. Penilaian kebiasaan jajan anak didapatkan sebagian besar anak di pedesaan dan perkotaan memilih jajan di kantin sekolah, jarang membeli jajan yang mempunyai kemasan terbuka. Orang tua di pedesaan sebagian besar sering memantau kebiasaan jajan anak dan sebagian besar orang tua di perkotaan selalu memantau kebiasaan jajan anak. Sebagian besar orang tua di pedesaan dan di perkotaan sering melarang anak jajan sembarangan. Hasil penelitian dari Putra (2012), menegaskan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian demam typoid. Apalagi jajanan tersebut tidak diberi penutup makanan karena salah satu cara penularan demam typoid terjadi melalui makanan atau minuman yang tercemar Salmonella typhii atau Salmonella paratyphi yang terdapat dalam air, es, debu maupun benda lainnya (Soedarto, 2007).  Kebiasaan jajan anak yang cukup baik ini bisa disebabkan karena sebagian besar orang tua di pedesaan dan perkotaan merupakan ibu rumah tangga sehingga orang tua terutama ibu memiliki waktu yang lebih untuk memperhatikan kebiasaan jajan anakl baik di sekolah maupun di rumah dan dan mengarahkan anak untuk tidak jajan sembarangan.



 
DAFTAR PUSTAKA
Rohana Yushi (2016). Jurnal Berkala Epidemiologi. Perbedaan Pengetahuan Dan Pencegahan Primer Demam Tifoid Balita Antara Orang Tua Di Pedesaan Dan Perkotaan. 4 (3): 384–395.
Sjahriani Tessa (2015). Jurnal Medika Malahayati. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Tifoid Pada Anak Di Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2015. 2(1) : 1-7.
Legi Julita, Halik Inggrit Lidia (2019). Journal Of Community and Emergency. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Orang Tua Dengan Upaya Pencegahan Kekambuhan Demam Thypoid Pada Anak Usia Sekolah Di Puskesmas Kombos Kota Manado. 7(1): 2655-7487.
Nuruzzaman Hilda, Syahrul Fariani (2016). Jurnal Berkala Epidemiologi. Analisis Risiko Kejadian Demam Tifoid Berdasarkan Kebersihan Diri Dan Kebiasaan Jajan Di Rumah. 4( 1) : 74–86.
Ulfa Farissa, Handayani Oktia Woro Kasmini (2018). Jurnal Higeia. Kejadian Demam Tifoid Di Wilayah Kerja Puskesmas Pagiyanten. 2(2).


Sabtu, 21 Maret 2020

COVID-19 WASPADA BOLEH TAPI JANGAN PANIK MARI BELAJAR BAGAIMANA CARA PENCEGAHANNYA

mengenal covid-19


Covid-19 di dunia menjadi pandemi. Disebut pandemi salah satunya karena wabah yang berjangkit serempak di mana-mana, meliputi daerah geografi yang luas. Hingga 14 Maret 2020 pukul 07.00 WIB, total kasus terkonfirmasi mencapai 144.833 kasus dengan mortalitas sekitar 3,7 persen (5.398 jiwa). Virus korona memiliki pola penyebaran yang luas dan berjalan dengan cepat, melebihi SARS atau MERS. Upaya pengendalian belum mampu berjalan efektif sebab proses mengenali virus tersebut masih berjalan hingga saat ini.
Sebagai langkah awal mengenali virus melalui taksonominya, Badan kesehatan Dunia atau WHO mengumumkan nama resmi virus korona dan penyakit yang disebabkan virus tersebut. Secara resmi, nama virus korona disebut dengan Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2), sementara penyakit yang muncul disebut dengan Covid-19.
Nama SARS-CoV-2 dipilih karena virus tersebut secara genetik memiliki keterkaitan dengan virus yang menyebabkan wabah SARS tahun 2003. Dalam komunikasi risiko, WHO tidak memakai istilah SARS kepada publik, melainkan virus Covid-19. Hal tersebut dilakukan agar tidak terjadi ambiguitas di tengah masyarakat.
Infeksi Virus Corona COVID-19 di seluruh dunia kini telah mencapai 244.421 kasus, dan ada 86.025 yang telah dinyatakan sembuh berdasarkan peta Coronavirus COVID-19 Global Cases by Johns Hopkins CSSE, Jumat, (20/3/2020).
Presiden Joko Widodo atau Jokowi memerintahkan kepala daerah mulai provinsi hingga kabupaten dan kota menetapkan situasi penyebaran Covid-19 di wilayahnya dengan berkonsultasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Urutan Kasus Corona COVID-19 di Dunia

Jumlah kasus infeksi Virus Corona COVID-19 paling besar tercatat di China, yang memiliki 81.193 kasus, dengan jumlah kasus terbesar kedua yang tercatat di Italia yang mencapai 41.035 kasus.
Angka kematian paling besar tercatat di Italia, yang mencapai 3.405 jiwa dan total kematian terbesar kedua berada di Provinsi Hubei, China, yang berjumlah 3.132 jiwa.
Kasus infeksi Virus Corona COVID-19 terbesar ketiga tercatat di Iran, mencapai 18.407 kasus dengan kematian hingga 1.284 jiwa. Sedangkan kasus terbesar keempat tercatat di Spanyol, menembus 18.077 kasus dengan 833 kematian.  Jumlah kesembuhan paling besar tercatat di Provinsi Hubei, China, yang mencapai 58.381. Lalu Iran yang dengan 5.979 pasien.


Asal Mula dan Penyebaran Virus Corona dari Wuhan ke Seluruh Dunia

Virus corona jenis baru yang tengah menyerang masyarakat dunia saat ini dalam istilah kedokteran disebut sebagai 2019 Novel Coronavirus (2019-nCoV). Dikutip dari Center for Disease Control and Prevention, cdc.gov, virus corona merupakan jenis virus yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada saluran pernapasan, yang pertama kali terdeteksi muncul di Kota Wuhan, Tiongkok. Virus ini diketahui pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan. Dilaporkan kemudian bahwa banyak pasien yang menderita virus ini dan ternyata terkait dengan pasar hewan dan makanan laut tersebut. Orang pertama yang jatuh sakit akibat virus ini juga diketahui merupakan para pedagang di pasar itu.
Dikutip dari BBC, koresponden kesehatan dan sains BBC, Michelle Roberts and James Gallager mengatakan, di pasar grosir hewan dan makanan laut tersebut dijual hewan liar seperti ular, kelelawar, dan ayam. Mereka menduga virus corona baru ini hampir dapat dipastikan berasal dari ular. Diduga pula virus ini menyebar dari hewan ke manusia, dan kemudian dari manusia ke manusia.

Gejala-gejala seseorang terinfeksi virus corona

pencegahan covi-19

Pencegahan Covid-19

Kita harus tahu cara mencegah penyebaran virus corona covid-19 yang kini jadi pandemi ini. Bahkan, di Indonesia pun virus ini sudah mulai mengancam jiwa. Ada beberapa langkah pencegahan penyebaran virus Corona covid-19. Untuk mencegah bertambahnya kasus virus Corona di Tanah Air, masyarakat Indonesia diminta untuk tidak panik dan terus menjaga kebersihan dan kesehatan tubuh. 

gejala-gejala corona

Tips Kebersihan
  1. Sering cuci tangan pakai sabun dan air mengalir minimal 20 detik dan ingatkan anak untuk mencuci tangan pakai sabun secara benar. (Gunakan cara mudah mengukur durasi 20 detik, semisal menyanyi lagu Selamat Ulang Tahun 2x)
  2. Cuci tangan pakai sabun saat tiba di rumah, tempat kerja atau sekolah, sebelum makan, sebelum menyiapkan makanan, dan setelah menggunakan toilet.
  3. Gunakan cairan pembersih tangan (minimal 60% alkohol) bila sabun dan air mengalir tidak tersedia
  4. Tutup mulut dan hidung dengan siku terlipat saat batuk atau bersin atau gunakan tisu, yang langsung dibuang ke tempat sampah tertutup setelah digunakan. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir atau cairan pembersih tangan.
  5. Jaga jarak paling sedikit 1 meter dengan orang. Jangan berada dekat orang yang tidak sehat
  6. Hindari menyentuh wajah karena mulut, hidung mata dapat menjadi pintu masuk virus.
EMERSI 171 STIKESMI SUKABUMI mengeluarkan pumplet terkait covid-19 “ WASPADA BOLEH TAPI JANGAN PANIK” Mari tetap mengisolasi diri sendiri untuk mencegah penularan yang terus terjadi.

waspada boleh tapi jangan panik

THE 7 HABITS OF HIGHLY EFFECTIVE PEOPLE

Stephen R. Covey ( Lahir di Salt Lake City, Utah, Amerika Serikat, 24 Oktober 1932, meninggal di Idaho Falls, Idaho, Amerika Serikat, 16 Jul...